21 Januari 2010

GEMPA BESAR HANTUI INDONESIA


Ilmuwan memperingatkan, setelah Haiti gempa bumi dan tsunami dahsyat akan melanda RI. Grup ilmuwan mengumumkan peringatan itu di Jurnal Nature Geoscience. Lalu apa kata ilmuwan Indonesia?

Ancaman gempa itu akan datang dari sebuah tekanan yang berlangsung tanpa henti selama lebih dari dua abad di paparan Sunda. Wilayah itu merupakan salah satu zona gempa bumi yang paling merusak. Bagian yang terancam adalah Kepulauan Mentawai dituliskan secara terbuka dalam artikel tersebut. Ancaman berupa gempa bumi sangat dahsyat dengan kekuatan lebih dari 8,5 SR disusul tsunami bisa terjadi di patahan Mentawai. Ada kemungkinan potensi bencana itu bisa menelan korban lebih banyak dari skala tsunami lautan Hindia pada 2004. Tulisan itu tidak memberikan secara pasti kapan berlangsungnya gempa. Tetapi secara khusus memberi peringatan pada kota Padang, yang berada dalam kawasan berisiko tinggi.

Penulis hasil riset ini dipimpin Profesor John McCloskey dari Institut Riset Sains Lingkungan Universitas Ulster Irlandia Utara. Tim itu menyatakan ancaman itu butuh aksi mitigasi segera mengingat potensinya yang sangat tinggi. Pada bencana 26 Desember 2004 ketika gempa berskala 9,3 skala richter mengguncang Indonesia, lebih dari 220 ribu orang kehilangan nyawa. Gempa itu berlangsung di sisi utara paparan Sunda, meretakkan batas di mana lempeng Australia menabrak kerak bumi ke arah bawah lempeng Eurasia. Pada aret 2005, McCloskey memperingatkan bahwa akan ada gempa yang bertekanan besar bergabung dengan patahan di selatan. Dia mengumumkan ada sebuah gerakan gelombang sebesar 8,5 dengan kapasitas menimbulkan tsunami berbahaya.

McCloskey membuktikan kebenaran perkataannya. Pada 28 Maret 2005, gempa sebesar 8,6 SR mengguncang Pulau Simeulue, menghasilkan tsunami setinggi tiga meter. Dalam tulisannya di Jurnal Nature Geoscience, timnya menjelaskan perhitungan tentang bagian Mentawai yang rentan, setelah gempa sebesar 7,6 SR mengguncang Padang pada 30 September 2009. Ilmuwan Singapura yang tergabung dalam Earth Observatory juga memprediksikan potensi gempa berkekuatan 8,6 SR di Kepulauan Mentawai atau tepatnya di bawah Pulau Siberut. Gempa yang diramalkan terjadi dalam 10 tahun mendatang ini, bisa menghasilkan tsunami besar. Ilmuwan mengusulkan pemerintah RI dibantu komunitas internasional dan organisasi non-pemerintah (LSM) memastikan telah melakukan usaha pencegahan. Pihak berwenang didesak untuk mempersiapkan langkah, karena gempa bumi akan menimpa lagi di periode berikutnya.

Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Jan Sopaheluwakan mengatakan walaupun memang ada potensi gempa bumi dan tsunami di pantai barat Sumatra tapi masyarakat tidak perlu terlalu khawatir. Para ahli geologi di Indonesia sudah mengetahuinya sejak awal dan sudah melakukan koordinasi dengan pemda di Sumatera untuk menanggulangi hal tersebut. LIPI, BMKG dan pemerintah daerah sudah mempersiapkan segala sesuatunya baik alat, infrastruktur, dana dan waktu. Daerah-daerah yang berpotensi besar, telah ditangani terutama pantai barat Sumatera Barat dan Bengkulu.

Jan Sopaheluwakan mengatakan ilmuwan barat senang mencari sensasi. Padahal ilmuwan di Indonesia sudah mengetahui potensi gempa dan tsunami besar yang senantiasa mengancam negeri kita. "Tetapi tidak perlu menakuti-nakuti masyarakat, seorang ilmuwan itu sudah seharusnya mengayomi dan memberikan perasaan tenang kepada masyarakat," tegas Jan Sopaheluwakan. Ilmuwan barat juga tidak mengetahui waktu terjadinya toh, hanya gejala dan ancaman titik lokasi, teknologi Indonesia pun punya. Kita sudah mempersiapkan segala dampaknya jika memang benar terjadi. Jadi masyarakat tenang saja.

Isu Gempa Dahsyat Perlu Diuji

Pakar menilai, isu gempa 8,5 SR disertai tsunami akan terjadi di Sumatra seperti disampaikan ilmuwan dari Universitas of Ulster Irlandia Jhon McCloskey harus diuji. "McCloskey berdasarkan penelitian yang dilakukannya berpegang secara mutlak dengan metode GPS, sebuah metoda baru yang harusnya melalui pengujian-pengujian," kata Badrul Mustapa Kemal pakar dari Universitas Andalasdi Padang.

Badrul mengatakan, pendapat Jhon McCloskey bukan hal baru, karena ini pernah dilontarkan oleh Danny Hilman tidak lama setelah gempa besar terjadi di Sumbar pada 30 September 2009. Danny Hilman mengatakan bahwa gempa 30 September 2009 itu belum melepaskan energi siklus 200 tahunan di blok Siberut dengan menganggap gempa 30 September 2009 itu bukan produk dari subduksi (tumbukan lempeng India-Australia terhadap Eurasia). Tetapi menurut Badrul, kalau bukan produk tumbukan, lalu energi gempa yang besar tersebut dari mana? Kalau akibat pergeseran di Sesar mendatar Patahan Mentawai maka sumber gempanya mestinya dangkal.

"Danny Hilman termasuk McCloskey tadi berpegang secara mutlak dengan metode GPS sebuah metoda baru yang seharusnya melalui pengujian-pengujian. Dan tentang Gempa 30 September 2009, itu kekuatannya menurut beberapa sumber yang dikutip CNN lebih dari 8 SR," katanya. Ia menjelaskan, berdasarkan literatur, di bumi gempa besar di atas 8 SR dalam waktu 10 tahun berjumlah hanya 18 kali. Apakah mungkin di tempat itu atau yang berdekatan akan terjadi dua kali gempa di atas 8 SR dalam waktu yang berdekatan pula? Karena itu, pendapat McCloskey, Danny Hilman ambil saja positifnya, terutama bagi Pemerintah Daerah agar lebih meningkatkan kewaspadaan atau persiapan.

Jalur-jalur evakuasi, shelter dan lain-lain yang sudah direncanakan agar segera direalisasikan. Jalan Alai By Pass dan lainnya harus tuntas tahun 2010. IMB harus betul-betul tepat (tata ruang, konstruksi dan lainnya) dengan pengawasan yang ketat. Tempat-tempat usaha juga harus diperiksa sebelum diberi izin, apakah jumlah dan besar pintu memadai untuk evakuasi, tangga darurat dan lainnya tersedia. "Di Sumbar banyak bangunan, sebaiknya maksimal bangunan itu didirikan berlantai empat, ini merupakan bagian dari hal positif yang bisa dilakukan dalam merespon isu itu," katanya.

Sumber Berita